2 Media Internasional Soroti Dinasti Politik Jokowi

2 Media Internasional Soroti Dinasti Politik Jokowi

kaptenberita.com – TEMPO.CO, Jakarta – Media massa dengan syarat Jerman, Handesblatt, menyoroti manuver putra Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon duta presiden Prabowo Subianto dalam Pemilihan Umum 2024 sebagai urusan politik dinasti.

“Menurut Handesbaltt, pencalonan Gibran dipandang sebagai bentuk kebijakan pemerintah dinasti itu merusak juga mematikan demokrasi dalam Indonesia,” kata Koalisi Masyarakat Sipil Kawal pemilihan umum Demokratis, melalui keterangan tertulis, Ahad, 5 November 2023. Kondisi kemunduran demokrasi di area Indonesia juga diberitakan oleh Time, media Amerika Serikat.

Read More

Menurut Koalisi, kemunduran demokrasi dalam Indonesia yang tersebut disorot dua media internasional itu merupakan fakta persoalan urusan politik yang mana nyata juga tak terbantahkan. “Terutama jika mencermati dinamika urusan politik elektoral jelang pemilihan umum 2024,” ujar Koalisi.

Koalisi menjelaskan, putusan menurunkan batas usia 40 tahun tidak ada membuka ruang bagi anak muda berkarya di area dunia politik. Namun khusus dihadiahkan bagi kepala daerah dengan atribusi usia di tempat bawah 40 tahun. Dan belaka Gibran yang mana secara faktual dapat memanfaatkan tiket emas itu.

“Artinya, secara kebijakan pemerintah putusan itu ditujukan untuk kepentingan urusan politik putra Presiden sendiri, yakni Gibran, agar lolos menjadi calon cawapres,” tutur sebagian organisasi itu. Putusan MK, itu yang digunakan kontroversial menjadi tiket emas yang mana khusus disediakan kepada Gibran. Ini salah satu puncak gunung es, tutur organisasi tersebut, dari kemunduran demokrasi Indonesia.

Kemunduran demokrasi, menurut penjelasan Koalisi, telah dilakukan banyak diangkat banyak pakar kemudian analis politik, baik dari dalam maupun luar negeri terutama berkaitan dengan menurunnya tingkat kebebasan sipil pada Indonesia.

Adapun putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, dianggap sebagai konflik kepentingan akibat Ketua MK Anwar Usman adalah paman Gibran. Orang yang dimaksud mengabulkan putusan itu. Bukan semata-mata melanggar kode etik serta perilaku hakim, tapi itu bentuk intervensi kemudian manipulasi kekuasaan yang tersebut dikerjakan secara telanjang serta terang-benderang.

“Kami memandang, apa yang mana terjadi di tempat MK dalam putusan Perkara No. 90 tersebut, merupakan bentuk korupsi, kolusi, dan juga nepotisme yang mana terang-benderang. Perkoncoan dan juga nepotisme  dijalankan penguasa untuk kepentingan keluarga kemudian bukan kepentingan bangsa,” kata organisasi tersebut.

Hal itu bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang digunakan memandatkan pentingnya menolak segala bentuk nepotisme sesuai Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang dimaksud Bersih dan juga Bebas Korupsi, Kolusi lalu Nepotisme. Juga termuat dalam Undang-Undang tentang KKN.

“Praktik nepotisme antara penguasa dan juga MK ini merupakan bentuk perusakan pada demokrasi serta hukum pada Indonesia yang dimaksud tiada bisa saja dibiarkan,” ujarnya. Dalam proses awal pilpres yang dimaksud diwarnai putusan MK ini akan mencederai proses pemilihan umum pada pesta demokrasi yang digunakan berlangsung pada 14 Februari 2024 itu.

Sejak awal kekuasaan sudah menggunakan kekuatannya mengintervensi hukum dalam melanggengkan dinasti politik. “Sulit meraih proses pemilihan umum lalu hasil demokratis pascaputusan MK,” ujar Koalisi. Karena sejak dini penguasa sudah pernah memperlihatkan tangan kekuasaaan bekerja untuk mengintervensi satu lembaga yudikatif. Ini berpotensi terjadi dalam lembaga negara lain. “Proses pemilihan umum dari awal sudah cacat secara urusan politik pasca-putusan MK.”

Kenyataan yang terjadi, Koalisi berpendapat, menjauhi berakhir masa periode jabatan yang dimaksud kedua, Jokowi, semakin mempertontonkan dirinya sebagai perusak demokrasi dengan berupaya membangun urusan politik dinasti yang sarat praktik kolusi serta nepotisme melalui pencawapresan Gibran.

Koalisi ini menjelaskan, kondisi kemunduran demokrasi di dalam akhir era pemerintahan Jokowi tak boleh dibiarkan terus terjadi. Mengingat demokrasi merupakan capaian kebijakan pemerintah yang mana diperjuangkan dengan susah payah pada 1998. Harus terus dipertahankan. Untuk merespon hal tersebut, menurut beberapa jumlah organisasi itu, dibutuhkan bangunan gerakan pro-demokrasi demi untuk menyelamatkan demokrasi yang mana mulai tergerus.

“Termasuk menjadikan kebijakan pemerintah elektoral sebagai momentum dan juga media untuk mengoreksi semua kebijakan lalu langkah urusan politik Presiden Jokowi yang digunakan memundurkan capaian kebijakan pemerintah Reformasi 1998,” tuturnya.

Sejumlah organisasi dalam Koalisi, yaitu PBHI Nasional, Imparsial, Wahana Lingkungan Hidup, Perkumpulan pemilihan umum untuk Demokrasi (Perludem), Lembaga Studi juga Advokasi Masyarakat (ELSAM), Human Right Working Group (HRWG), Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI).

Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), Komisi Untuk Orang Hilang dan juga Korban Tindak Kekerasan.(KontraS), Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch.

Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum Pers. Lingkar Madani (LIMA), Desantara, Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas, Sekretariat Keadilan Perdamaian serta Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPK) Jayapura, AMAN Indonesia.

Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara, Public Virtue. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, serta Eco Bhineka Muhammadiyah.

PIlihan Editor: Sederet Temuan PBHI Ihwal Kejanggalan Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *