kaptenberita.com –
Jakarta – Sejumlah saham yang mana digunakan kerap menjadi idola penanam modal lantaran dianggap miliki fundamental yang tersebut mana solid juga prospek yang digunakan digunakan cerah tengah mengalami tekanan jual. Ini lantaran pasar merespons negatif rapor keuangan terbaru emiten tersebut.
Beberapa nama yang dimaksud dimaksud adalah duo emiten kertas Grup Sinarmas PT Indah Kiat Pup & Paper Tbk (INKP) lalu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) serta emiten produsen jamu lalu obat herbal modern PT Industri Jamu kemudian Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham INKP anjlok 14,32% secara harian ke Rp8.225/saham, menjadikannya masuk top losers pada Rabu (1/11/2023). Kemudian, saham TKIM ambles 11,11% ke Rp6.800/saham, juga masuk daftar top losers. Sementara, saham SIDO merosot 4,71% ke Rp486/saham, menembus level terendah sejak lebih banyak banyak dari 3 tahun lalu.
Penurunan ketiga saham itu disebabkan jebloknya kinerja keuangan per kuartal III-2023. Melansir laporan keuangan kuartal III-2023, INKP mencatatkan penurunan laba 50% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi US$ 320,88 jt atau sekitar Rp 5,13 triliun.
Amblesnya laba INKP disebabkan oleh pendapatan yang tersebut turun 10% menjadi US$ 2,69 miliar pada sembilan bulan pertama tahun ini.
Mirip dengan INKP, laba TKIM juga turun 61,16% YoY menjadi US$134,08 jt (Rp2,08 triliun) per kuartal III tahun ini. Pendapatan bersih TKIM juga merosot 8,22% secara YoY menjadi US$812,64 jt (Rp12,6 triliun) selama 9 bulan pada 2023.
SIDO juga mengalami penurunan laba bersih 18,6% secara YoY menjadi Rp 586,57 miliar hingga kuartal III-2023. Penjualan bersih SIDO juga menyusut 9,7% YoY menjadi Rp2,36 triliun.
Penurunan kinerja keuangan ketiganya tentu menjadi perhatian baik pemodal maupun trader. Salah satu prinsip utama dalam berinvestasi adalah fokus pada fundamental saham.
Dalam hal ini, penurunan laba yang digunakan yang signifikan pada INKP, TKIM, kemudian SIDO sepanjang kuartal III-2023 dapat menjadi tanda peringatan bagi para investor.
Meskipun penurunan tarif jual saham dapat menjadi kesempatan untuk membeli saham dengan nilai yang mana digunakan tambahan rendah, pemodal mungkin perlu mengevaluasi apakah penurunan ini sebanding dengan penurunan fundamental perusahaan, serta apakah perusahaan mempunyai rencana yang digunakan kuat untuk memperbaiki kinerja keuangan mereka.
Para pemodal juga perlu menilai apakah perusahaan-perusahaan ini miliki strategi yang digunakan digunakan dapat memperkuat pertumbuhan dalam tempat masa depan. Misalnya, apakah mereka mempunyai rencana untuk meningkatkan efisiensi operasional atau mengembangkan hasil baru.
Kalau dilihat secara sekilas, saham-saham hal itu sekarang diperdagangkan dengan biaya yang mana yang cukup rendah dibandingkan dengan rerata historisnya.
Hal ini dapat melibatkan analisis rasio seperti Price-to-Earnings (P/E) kemudian Price-to-Book (P/B) ratio untuk menilai apakah saham hal itu terlalu mahal atau masih mempunyai prospek keuntungan.
P/E ratio (trailing twelve months/TTM) INKP yang tersebut digunakan tercatat sebesar 5,31 kali, lebih lanjut tinggi rendah dibandingkan rerata historis 5 tahun terakhir (7,55 kali). P/E ratio TKIM yang digunakan mana sebesar 9,8 kali juga di area tempat bawah rata-rata 5 tahun (9,8 kali). Sedangkan, saham SIDO yang digunakan dimaksud sebesar 15,02 kali sudah lebih tinggi besar rendah dibandingkan rerata 5 tahun (22,36 kali).
Artinya, ketiganya mungkin menawarkan prospek yang digunakan mana menarik. Hanya saja, penilaian yang digunakan hal itu cermat atas fundamental perusahaan kemudian juga prospek jangka panjang, perlu tetap menjadi pedoman dalam mengambil keputusan investasi.
Singkatnya, penurunan biaya saham mampu menjadi peluang, tetapi juga sanggup menjadi tanda peringatan yang mana yang disebut penting untuk pertimbangan lebih tinggi tinggi lanjut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]