Guru Besar FKUI Ungkap Pentingnya Multidisiplin Onkologi juga Pusat Kanker Komprehensif dalam Penanganan Kanker

Guru Besar FKUI Ungkap Pentingnya Multidisiplin Onkologi juga Pusat Kanker Komprehensif dalam Penanganan Kanker

kaptenberita.com – Untuk mencapai hasil yang mana optimal, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Ikhwan Rinaldi mengatakan bahwa penanganan kanker secara komprehensif kemudian multidisiplin onkologi penting dalam penanganan kasus kanker.

Untuk diketahui, bilangan kejadian dan juga kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk Indonesia. Data GLOBOCAN 2020 memperkirakan adanya 19,3 jt kasus kanker baru juga hampir 10 jt kematian akibat kanker pada 2020.

Read More

“Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker awitan dini atau kanker yang digunakan terjadi pada usia <50 tahun. Meningkatnya bilangan bulat harapan hidup juga berbagai faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok lalu pola diet mungkin berkontribusi pada peningkatan beban kanker ini,” jelas Prof Ikhwan Rinaldi di area acara Pengukuhannya sebagai Guru Besar FKUI Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM di dalam ruang Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (14/10/2023).

Dalam penanganan kanker, lanjut dia, terdapat berbagai tantangan mulai dari pencegahan hingga paliatif. Pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan juga baru datang berobat saat stadium lanjut.

“Faktor lembaga pendidikan yang tersebut kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, pengaplikasian terapi komplementer juga alternatif, serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang digunakan didapat pasien,” terangnya merinci.

Keterlambatan penanganan kanker tak belaka berdampak pada kualitas hidup pasien, namun juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan. Peningkatan biaya berkaitan dengan pilihan pengobatan pada pasien dengan stadium lanjut.

“Obat-obat yang mana diterima bukan lagi dalam golongan kemoterapi, namun sudah menggunakan golongan obat baru seperti terapi target dan juga imunoterapi yang memerlukan pemeriksaan molekular khusus (kedokteran presisi) dengan biaya yang dimaksud tak sedikit,” jelas Prof. Ikhwan.

Pengukuhan Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM sebagai Guru Besar FKUI di tempat ruang Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (14/10/2023). (Foto: Dok. Istimewa)
Pengukuhan Prof. Dr. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, SpPD-KHOM, M.Epid, M.Pd.Ked, FACP, FINASIM sebagai Guru Besar FKUI di tempat ruang Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (14/10/2023). (Foto: Dok. Istimewa)

Misi Utama Pusat Kanker Kompehensif
Bila kanker tiada ditangani secara komprehensif, mampu menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada 2045, bersamaan dengan Indonesia berusia tepat 100 tahun atau disebut sebagai Indonesia Emas 2045.

Hampir sepertiga hingga setengah kanker di dalam Indonesia dapat dicegah apabila rakyat mendapat pemahaman yang tersebut baik mengenai faktor risiko kanker dan juga perkembangan intervensi pencegahan kanker.

Terkait hal ini, WHO merekomendasikan setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang digunakan berfokus pada equity lalu akses lalu mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, serta perawatan paliatif.

Rekomendasi ini, kata Prof. Ikhwan, dapat dilaksanakan melalui pusat komprehensif kanker yang dimaksud menjadi pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional kemudian bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, kemudian pengobatan kanker.

“Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insiden kanker dan juga meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup. Terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker: penelitian, perawatan klinis, juga pendidikan,” ujarnya.

Tim Multidisiplin Onkologi dalam Perawatan Pasien
Dalam perawatan klinis, pasien kanker, kata Prof. Ikhwan, memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal.

Perawatan multidisiplin, sambung dia, memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien.

“Tim onkologi akan mengadakan pertemuan rutin yang mana sanggup disebut sebagai tumor board meeting untuk mendiskusikan pilihan diagnostik juga atau terapeutik serta penanganan terbaik untuk setiap pasien,” jelasnya.

Pembentukan tim multidisiplin onkologi yang digunakan dapat menjalankan perannya dengan baik, sambung Prof. Ikhwan, tidaklah terlepas dari institusi belajar interprofesional yang membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya serta mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain.

Integrasi Pusat Kanker Komprehensif & Layanan Primer untuk Tingkatkan Kualitas Layanan Kanker
Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME), pengembangan fakultas, penyiapan fasilitator, refleksi terhadap praktik peserta didik, serta pedagogi berperan penting dalam pembelajaran interprofessional.

“WHO juga merekomendasikan layanan primer dapat melakukan pengendalian kanker melalui pencegahan, skrining, survivorship, serta perawatan paliatif,” ujarnya.

Integrasi antara pusat kanker komprehensif lalu layanan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker.

Mahasiswa fakultas kedokteran yang mana akan menjadi dokter umum yang digunakan bekerja di tempat layanan primer lalu residen spesialis penyakit dalam, serta residen disiplin lain yang mana berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna menghadapi tantangan beban kanker dalam masa depan.

Agar dapat menegaskan peserta didik memiliki kompetensi yang tersebut cukup, Prof. Ikhwan menuturkan, diperlukan instrumen assessment yang dimaksud memadai.

Entrustable professional activity/EPA (aktivitas profesional yang dimaksud dipercayakan) merupakan instrumen yang mana dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik.

EPA, kata dia, dapat diartikan sebagai praktik profesional yang dapat dipercayakan pada peserta didik segera setelah peserta didik itu dianggap mampu melakukan praktik profesional yang mana dipercayakan tanpa pengawasan.

“Peningkatan kualitas juga kuantitas lembaga pendidikan dalam bidang onkologi melalui penerapan EPA dapat membentuk lulusan yang tersebut siap menerapkan upaya preventif, promotif, survivorship, kemudian paliatif dalam penanganan komprehensif kanker pada berbagai tingkat layanan, termasuk dalam layanan primer,” pungkasnya.

Hal ini diharapkan dapat menjawab rekomendasi WHO untuk menguatkan layanan kanker di dalam layanan primer.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *