kaptenberita.com –
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi Indonesia naik menjadi 2,56% (year on year/yoy) juga 0,17% (month to month/mtm)pada Oktober 2023. Kelompok pangan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar dikarenakan lonjakan tarif beras, bensin kemudian cabai rawit. Hal ini menunjukkan bahwa tarif pangan di tempat area Indonesia mayoritas menjadi lebih besar lanjut mahal dibandingkan sebelumnya sehingga membebani masyarakat.
Deputi Bidang Statistik Distribusi serta Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Kamis (1/11/2023) mengatakan inflasi year to date (ytd) Oktober 2023 sebesar 1,80%.
Sedangkan untuk inflasi inti sebesar 1,19% yoy yang mana dimaksud merupakan posisi terendah sejak 21 bulan terakhir. Secara tahunan, inflasi Oktober melesat dibandingkan September yang dimaksud tercatat 2,28% sementara secara bulanan tambahan rendah dibandingkan September (0,19%).
Sebagai catatan, inflasi secara tahunan terjadi dikarenakan adanya kenaikan tarif yang mana ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yang tersebut digunakan tertinggi yaitu kelompok makanan, minuman serta tembakau sebesar 5,41%.
Baik secara bulanan maupun tahunan tercatat inflasi juga inflasi inti Indonesia lebih banyak tinggi rendah dibandingkan ekspektasi yang yang disebut dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 11 institusi yang mana memperkirakan inflasi Oktober 2023 akan mencapai 0,26% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Hasil polling juga memperkirakan inflasi (yoy) akan berada di area dalam bilangan 2,65% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,00%.
Bank Danamon tetap memproyeksikan bahwa inflasi Indonesia di dalam area akhir 2023 tercatat berada di dalam tempat bilangan 2,7% Inflasi pada dua bulan terakhir tahun ini akan dibayangi dampak dasar penyesuaian biaya unsur bakar bersubsidi tahun lalu kemudian dampak kecil El Nino terhadap biaya pangan domestik yang tersebut itu bergejolak.
Lebih lanjut, Bank Danamon pun mengakui bahwa konflik geopolitik menimbulkan ketidakpastian juga menimbulkan risiko terhadap perkiraan inflasi. Meningkatnya biaya minyak, yang mana mana dipicu oleh konflik, dapat menyebabkan melonjaknya inflasi dalam negeri jika nilai minyak dunia melebihi US$120/barel, sehingga memacu pemerintah melakukan penyesuaian terhadap harga jual jual materi bakar bersubsidi dalam negeri.
Awas, Hantu Inflasi Pangan Kembali Mengintai
Kenaikan nilai pangan memicu tingginya inflasi barang bergejolak (volatile food) hingga mencapai 5,54% yoy dan juga juga 0,21% mtm pada Oktober 2023. Komoditas yang tersebut mana memberikan andil cukup signifikan yakni beras, daging ayam ras, bawang putih, lalu kentang. Inflasi volatile sebesar 5,54% (yoy) ada pada atas target pemerintah serta Bank Indonesia (BI) yakni 4-5%.
Beras merupakan penyumbang andil inflasi pada volatile food dengan inflasi beras sebesar 1,72% mtm juga juga andil 0,06%, lalu diikuti oleh cabai rawit dengan inflasi 19,59% mtm juga andil 0,03%, serta cabai merah dengan inflasi 3,98% mtm lalu andil 0,01%.
Bobot beras dalam perhitungan inflasi terbilang besar yakni 3,33% terhadap kelompok pangan sehingga perkembangan nilai tukar beras akan berdampak terhadap laju inflasi.
Sementara dalam tengah inflasi volatile food yang tersebut digunakan terjadi, terdapat pula deflasi volatile food yang mana digunakan didominasi oleh ikan segar serta telur ayam ras dengan deflasi 0,03% mtm, sedangkan tomat, bawang merah, minyak goreng, lalu bawah putih mengalami deflasi 0,01% mtm.
Kenaikan tarif pangan menjadi salah satu besar kegelisahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, nilai tukar pangan menjadi salah satu penyumbang kemiskinan. Dalam hitungan BPS, warga miskin menghabiskan 75% pengeluarannya untuk makanan. Jika nilai tukar pangan semakin mahal maka tingkat kemiskinan bisa jadi jadi meningkat.
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukan komponen pokok yang digunakan mengalami lonjakan biaya adalah beras, cabai rawit merah, lalu gula pasir.
Rata-rata biaya beras pada Oktober mencapai Rp 14.575 per kg, naik Rp 415 atau 3% dibandingkan September. Harga gula juga naik Rp 538 atau 3,5% pada Oktober menjadi Rp 16.143.
Rata-rata biaya cabai rawit merah melonjak Rp 17.800 per kg atau 43% menjadi Rp59.234 per kg.
Harga cabai terpantau sedang dalam tren naik juga terus beterbangan. Bahkan biaya cabai rawit merah sudah mencapai Rp100.000 per kg, dalam daerah lain dalam tempat RI bahkan sudah menembus Rp100.000 per kg (di Maluku).
Secara umum penyumbang utama inflasi Oktober 2023 secara mtm yakni kelompok transportasi, makanan, minuman, serta tembakau. Komoditas penyumbang utama inflasi pada kelompok transportasi adalah bensin kemudian tarif angkutan udara, sementara pada kelompok makanan, minuman, kemudian juga tembakau adalah beras, cabai rawit, kemudian juga cabai merah.
Jika dilihat berdasarkan tahunan, penyumbang utama inflasi Oktober 2023 yakni kelompok makanan, minuman, serta tembakau dengan andil 1,39% dengan komoditas utama yakni beras, rokok kretek filter, juga daging ayam ras.
Sementara kelompok perumahan, air, listrik, serta komponen bakar rumah tangga mempunyai andil yang tersebut mana mirip besar dengan kelompok perawatan pribadi serta jasa lainnya yakni masing-masing sebesar 0,23% terhadap inflasi Oktober 2023 secara tahunan.
El Nino Berdampak Besar ke Harga Pangan
Salah satu faktor dibalik inflasi yang tersebut dimaksud merangkak naik yakni El Nino yang tersebut masih bertahan pada level moderat pada Oktober 2023. El Nino yang digunakan menyebabkan kekeringan menyebabkan terganggunya produksi pangan, sehingga jika RI semata-mata mengandalkan pasokan dalam negeri maka lonjakan biaya akan terjadi lalu menaikkan inflasi.
Untuk mengatasi penurunan produksi lalu juga menjaga stok cadangan beras pemerintah (CBP), pemerintah berencana menambah total importasi beras sebanyak 1,5 jt ton. Plt Menteri Pertanian, Arief mengatakan penambahan impor itu dalam rangka mengantisipasi penurunan produksi akibat dampak El Nino.
Adapun per 11 Oktober 2023, stok CBP yang digunakan digunakan ada dalam dalam Bulog mencapai 1,6 jt ton. Sedangkan penyaluran Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan serta Harga Pangan) telah terjadi terjadi mencapai 821 ribu ton. Dengan penambahan impor beras untuk CBP tersebut, diperkirakan cukup hingga akhir tahun 2023.
“Berbagai upaya untuk menjaga stabilitas pasokan serta biaya jual beras sudah pernah kami kerjakan, pemenuhan stok CBP bersama Perum Bulog juga akan terus dikerjakan untuk menjaga stabilitas beras nasional hingga tahun depan sesuai arahan Bapak Presiden Jokowi,” sebut Arief.
Kendati situasi akibat El Nino menyebabkan kekeringan di tempat area Indonesia, namun Badan Meteorologi, Klimatologi, kemudian Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, fenomena iklim yang mana yang disebut memicu anomali kenaikan suhu, El Nino, akan segera berakhir.
“Meskipun saat ini El Nino masih cukup kuat, BMKG memprediksi bahwa fenomena ini akan melemah serta juga berakhir pada awal tahun 2024. Ini akan diikuti oleh musim hujan yang tersebut meningkat, dengan curah hujan pada atas normal, terutama pada Januari lalu Februari,” kata Dwikorita dikutip dari keterangan dalam tempat situs resmi BMKG, Selasa (31/10/2023).
Jika hal itu benar terjadi, maka produksi pangan Indonesia khususnya beras dapat kembali pulih juga menjadi normal. Alhasil inflasi pun dapat melandai juga nilai pangan serta beras pada dalam negeri pun lebih lanjut banyak stabil serta mengalami penurunan ke depannya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]