kaptenberita.com –
Jakarta – Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menemukan jumlah keseluruhan keseluruhan pengguna internet pada tempat Indonesia mencapai 215,63 jt orang pada periode 2022-2023. Tingginya jumlah total keseluruhan pengguna internet kemudian perubahan fundamental digital yang digunakan yang terjadi, menjadikan keamanan data pun menjadi fokus Pemerintah.
Direktur Pengkajian Ekonomi kemudian SKA Lemhannas RI Laksma TNI, Ocktave Ferdinal mengakui bahwa keamanan data masih jadi salah satu permasalahan yang digunakan itu harus dibenahi, agar terhindar dari serangan lalu kejahatan siber (cyber crime). Kecepatan melakukan investigasi permasalahan lalu koordinasi berbagai pihak pun harus ditingkatkan.
“Ini yang tersebut mana diharapkan, koordinasi yang tersebut dimaksud dibangun mampu mempercepat melakukan tindakan terhadap setiap adanya ancaman siber,” ujar Ocktave dalam Cyber Security Forum CNBC Indonesia, Kamis (2/11/2023).
Senada dengan Ocktave, SIEM Product Manager Multipolar Technology, Ignasius Oky menuturkan kolaborasi pemerintah lalu juga industri teknologi dalam meningkatkan keamanan siber membuat semua pihak lebih tinggi banyak waspada terhadap ancaman serangan.
“Kita hadir sebagai jembatan untuk menghadirkan pilar IT dalam hal kompetensi untuk membangun tim cyber security yang tadinya belum ada menjadi ada,” jelas Ignasius.
Menurutnya, langkah pencegahan sangatlah penting akibat serangan siber ibarat seperti wabah yang tersebut dapat terus menyebar ke seluruh industri. Pihaknya pun berkomitmen mencegah lalu juga mencari tahu sumber serangan, sehingga dapat dibenahi serta membantu industri mengadopsi teknik cyber security baru.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Siber kemudian Sandi Negara (BSSN)Ariandi Putra mengungkapkan sumber daya yang dimaksud biasanya diincar hacker berasal dari aplikasi, jaringan juga server data base. BSSN mencatat ada beberapa bentu serangan yang tersebut dimaksud kerap terjadi, seperti malware attack.
Selain itu, serangan siber pun bukan cuma bersifat teknis, melainkan juga sosial. Ariandi mengatakan, BSSN menyoroti serangan siber sosial yang digunakan digunakan berkaitan dengan pesta kebijakan pemerintah pilpres tahun depan.
“Ada yang mana dimaksud terkait dengan pengumpulan informasi yang digunakan digunakan beredar dalam tengah masyarakat, sehingga mampu menargetkan orang per orang, dalam rangka mengubah atau melakukan brain wash. Tujuannya menciptakan chaos di dalam area tengah masyarakat. Ada beberapa hal yg kita liat seperti propaganda hitam, point and strick, juga juga mengambil informasi,” jelasnya.
Dia menegaskan BSSN pun melakukan patroli serta investasi modal pada serangan siber yang tersebut digunakan bersifat teknis maupun sosial, salah satunya melalui National Operational Center.
Artikel Selanjutnya Solusi Teknologi Bagi Resiliensi Layanan Digital Perbankan