kaptenberita.com –
Jakarta – Aktivitas manufaktur Indonesia kembali jeblok pada Oktober tahun ini. S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang tersebut mana dicerminkan dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) pada hari ini, Rabu (1/11/2023.
Untuk periode Oktober 2023, PMI manufaktur Indonesia ada pada hitungan 51,5. Indeks PMI terjun ke level terendah sejak Mei 2023 atau terendah dalam lima bulan terakhir.
Meski melandai, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 26 bulan terakhir. PMI menggunakan bilangan 50 sebagai titik mula. Jika di dalam dalam atas 50, maka artinya dunia bidang usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di tempat dalam bawah itu artinya kontraksi.
“Tanda-tanda perlambatan semakin nyata termasuk melemahnya pertumbuhan permintaan baru selama dua bulan beruntun. Kepercayaan dunia kegiatan industri juga turun jauh,” tutur Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website resmi S&P.
Jingyi menambahkan perlambatan permintaan berdampak pada menurunnya tingkat kera lalu naiknya nilai jual barang pada Oktober.
“Kenaikan biaya produk-produk yang dimaksud dimaksud relatif kecil diharapkan dapat menekan inflasi secara keseluruhan di tempat dalam tengah banyaknya ketidakpastian,” imbuhnya.
S&P Global menjelaskan PMI melambat sebab menurunnya pemesanan baru dari luar negeri sejalan dengan melambatnya permintaan. Kepercayaan bidang usaha dalam 12 bulan ke depan turun terpencil ke level terendah sejak Februari 2023. Kepercayaan industri ambruk sebab meningkatnya ketidakpastian global ke depan.
Perusahaan masih meningkatkan aktivitas pembelian sehingga inventori perusahaan meningkat sebab dalam satu sisi pemesanan berkurang.
Stok hasil jadi perusahaan bahkan meningkat tajam pada Oktober. Tekanan tarif meningkat meskipun gangguan supply mulai mereda. Produksi juga turun oleh sebab itu melemahnya pemesanan. Meskipun masih solid, output perusahaan sekarang tercatat ada di area tempat level terendah dalam empat bulan.
Pemesanan dari luar negeri berkurang. Kondisi ini berdampak pada berkurangya backlog pemesanan meskipun dalam sisi lain menimbulkan produksi juga berkurang.
Perusahaan bahkan mengurangi kapasitas produksi sehingga tingkat pekerjaan jatuh ke level terendahnya sejak Juni 2022.
Dari sisi harga, rata-rata ongkos input perusahaan naik lantaran meningkatnya nilai substansi mentah, ongkos produksi, biaya keuangan. Perusahaan memilih untuk meneruskan kenaikan ongkos hal hal tersebut kepada konsumen sehingga mengakibatkan membengkaknya rata-rata tarif jual.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]