kaptenberita.com –
Jakarta – Saham empat bank raksasa melesat seiring Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melonjak tambahan dari 1% pada perdagangan Kamis (2/11/2023). Dana asing kembali mengalir ke saham-saham tersebut.
Lonjakan IHSG terjadi seiring pemodal cenderung merespons positif dari keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) yang digunakan kembali menahan suku bunga acuannya.
IHSG ditutup melompat 1,64% ke posisi 6.751,39. IHSG kembali menyentuh level psikologis 6.700, setelah pada Rabu terkoreksi ke level psikologis 6.600. Nilai transaksi IHSG pada Kamis mencapai Rp11,67 triliun dengan melibatkan 26 miliaran saham yang dimaksud dimaksud ditransaksikan sebanyak 1,3 jt kali. Sebanyak 370 saham menguat, 167 saham melemah, lalu 215 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor teknologi juga properti menjadi penopang terbesar IHSG pada hari ini, yakni masing-masing 3,49% juga juga 2,39%.
Saham bank besar turut menopang kinerja indeks. Saham bank pelat merah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) melejit 4,42%, usai melemah 2 hari sebelumnya.
Investor asing melakukan beli bersih (net buy) saham BMRI hingga Rp142,62 miliar dalam pasar reguler. Masuknya kembali asing meredakan tekanan jual yang mana terjadi akhir-akhir ini. Pasalnya, selama sepekan, asing masih melakukan jual bersih (net sell) Rp401,98 miliar.
Kemudian, saham BUMN lainnya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) juga melambung 3,52% ke Rp5.000/saham, membalik koreksi pada Selasa (-0,80%) serta Rabu (-2,62%).
Seperti BMRI, asing juga mencatatkan net buy BBRI sebesar Rp48,48 miliar pada pasar reguler. Sementara, dalam seminggu, asing net sell Rp506,27 miliar di area tempat BBRI.
Lebih lanjut, saham bank swasta terbesar sekaligus penguasa IHSG dalam hal kapitalisasi pasar (market cap) PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) bergabung terapresiasi 2,91%, menghijau kembali setelah memerah 2 hari sebelumnya.
Asing memupuk kembali kepemilikan di tempat area BBCA dengan nilai net buy Rp76,07 miliar pada Kamis. Dalam sepekan, asing masih net sell Rp586,47 miliar pada saham emiten bank Grup Djarum tersebut.
Tidak ketinggalan, saham bank BUMN PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menghijau 1,04 persen. Namun, berbeda dengan ketiga nama pada tempat atas, asing melakukan net sell Rp77,23 miliar pada Kamis, sedangkan masih mencatatkan net buy Rp56,13 miliar selama sepekan.
Fundamental Solid
Yang terang, kinerja fundamental bank kakap terbilang tetap solid.
Ambil contoh, BBRI, BMRI, juga BBCA menjadi bank dengan laba terbesar tertinggi pertama, kedua, juga ketiga pada RI per kuartal III-2023. Demikian pula, ketiganya juga menjadi emiten dengan laba terjumbo nomor wahid, kedua, juga ketiga pada area periode 9 bulan pada tahun ini.
BBRI meraih pendapatan bunga (dan syariah) bersih kemudian laba bersih terbesar di tempat area antara ‘the big four’ per akhir September 2023. Sedangkan, BMRI mencatatkan pertumbuhan laba bersih tertinggi pada dalam antara empat bank besar lainnya.
BRI mencatatkan kinerja yang positif pada kuartal III-2023. Mengutip publikasi laporan keuangan pada media massa, BRI membukukan laba bersih yang mana dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp43,99 triliun, naik 12,35% secara tahunan (yoy).
Perolehan laba yang bukan ada terlepas dari pendapatan bunga (dan syariah) bersih yang mana digunakan tumbuh 4,86% menjadi Rp101,20 triliun pada kuartal III-2023. Seiring dengan peningkatan tersebut, beban bunga BRI juga membengkak menjadi Rp30,69 triliun dari yang mana mana setahun sebelumnya Rp18,74 triliun.
Kemudian, BMRI menorehkan laba bersih secara konsolidasian sebesar Rp 39,06 triliun menjadi 27,44% yoy hingga September 2023. Hal ini didorong oleh laju pertumbuhan aset seiring dengan kenaikan portofolio kredit.
Pendapatan bunga lalu syariah bersih BMRI mencapai Rp71,86 triliun atau meningkat 12,31% secara tahunan per kuartal III tahun ini.
Bank Mandiri tercatat membukukan rekor sebagai bank pertama di dalam tempat Indonesia yang digunakan mencapai aset sebesar Rp 2.000 triliun. Per September 2023, bank menorehkan aset senilai Rp 2.007 triliun, naik 9,11% yoy.
Lebih lanjut, emiten perbankan milik keluarga Hartono, Bank Central Asia atau BCA, mencatatkan laba bersih perusahaan lalu entitas anak mencapai Rp36,42 triliun hingga akhir kuartal III-2023. Catatan laba yang disebut naik 25,78% dibandingkan dengan capaian dalam sembilan bulan pertama tahun sebelumnya.
Dari sisi top line, pendapatan bunga lalu syariah bersih naik 21,24% secara tahunan menjadi Rp 55,71 triliun dengan pendapatan selain bunga tumbuh 9,7% menjadi Rp 18,3 triliun.
Tidak ketinggalan, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencatatkan laba bersih yang digunakan mana dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk Rp 15,75 triliun hingga kuartal III-2023. Angka itu naik 15,05% dibandingkan periode yang sebanding tahun sebelumnya senilai Rp 13,69 triliun.
Perbaikan kinerjabottom lineini terjadi seiring dengan naiknya pendapatan bunga bersih perusahaan yang tersebut dimaksud hingga akhir September 2023 tercatat senilai Rp 31,14 triliun, atau naik 3,10% dibandingkan periode yang dimaksud mana serupa tahun sebelumnya.
Apalagi, tekanan tarif jual saham-saham dalam atas akhir-akhir ini yang digunakan dimaksud tak disertai penurunan kinerja keuangan, memberikan kesempatan bagi para investor. Ini sanggup dilihat menggunakan metrik sederhana berbentuk price-to earnings ratio (PER) serta price-to book value (PBV).
Rasio PER membandingkan nilai saham dengan laba perusahaan, sedangkan PBV membandingkan nilai jual saham dengan nilai buku perusahaan.
Angka PER di tempat area bawah 10-15 kali atau dalam bawah industri & peers dianggap murah. Angka PBV suatu emiten pada bawah 1 kali atau dalam area bawah rerata industri biasanya dianggap undervalued.
Ambil contoh, rasio PER BBRI saat ini berada dalam 13,53 kali. Ini pada dalam bawah rerata historis 5 tahun yang mana mana mencapai 18,04 kali. Untuk BMRI, PER saat ini mencapai 11,11 kali, juga lebih besar banyak rendah ketimbang rata-rata historis 5 tahun (12,96 kali).
Di samping itu, rasio PBV BBRI, yang mana mana mencapai 2,47 kali, juga di dalam area bawah rerata 5 tahun (2,54 kali). Sementara, rasio PBV BMRI yang mana digunakan mencapai 2,26 kali, berada dalam tempat atas rerata 5 tahun (1,8 kali).
Menguatnya ‘the big four’ dalam atas menjadi angin segar untuk IHSG yang tersebut dimaksud sedang minim katalis positif akhir-akhir ini. Apalagi, aliran dana asing berperan penting untuk pergerakan saham-saham big cap yang digunakan juga pada gilirannya bagi IHSG juga.
Kendati, penanam modal masih akan melihat tambahan lanjut seberapa deras serta bertahan lama aliran dana asing kembali masuk ke pasar saham dalam negeri.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]