kaptenberita.com –
Jakarta – Investor mulai mengalihkan pandangan dari Indonesia juga negara emerging market ke Amerika Serikat (AS). Alasannya, US Treasury tenor 10 tahun AS mencapai titik tertinggi sejak krisis 2008, yakni 5%.
Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun sebesar 4,85% pada Jumat (27/10/2023) sementara rating surat utang AS menurut Fitch Ratings kemudian S&P yakni AA+.
Lonjakan imbal hasil US Treasury berimbas pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN). Imbal hasil melonjak ke 7,26% pada hari ini. Imbal hasil empat melonjak ke 7,3% pada 23 Oktober lalu yang mana digunakan menjadi rekor tertinggi sejak setahun terakhir.
Jika dikalkulasikan, selisihnya yakni 229 basis poin (bps) yang hal itu mana hitungan ini cukup sempit serta menyebabkan penanam modal berbondong-bondong keluar dari pasar domestik. Terlebih, rating SBN tenor 10 tahun belaka sekali BBB sehingga kalah sangat jarak jauh dari AS sehingga menjadi kurang menarik.
Selain itu, rupiah terus dekat dengan level Rp16.000 per dolar AS. Pada perdagangan Jumat (27/10/2023) berada dalam Rp15.953 per dolar. Angka ini berjauhan dari posisi terkuat rupiah yakni pada Rp14.560 per dolar AS.
Kondisi yang tersebut disebut sudah membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani dan pemerintah gusar. Sri Mulyani mengatakan kenaikan yield atau imbal hasil US Treasury menjadi salah satu ambruknya rupiah.
Kebijakan pemerintah AS yang digunakan mana menerbitkan utang baru dalam area tengah imbal hasil yang digunakan mana tinggi juga mengambil bagian menyebabkan penanam modal beralih ke AS. Sebagai dampaknya, tak ada hanay rupiah yang dimaksud itu jeblok tapi imbal hasil SBN juga melonjak.
Tingginya imbal hasil yang dimaksud mana ditawarkan menciptakan pemodal berbondong-bondong membeli obligasi pemerintah AS. Begitu juga penanam modal yang digunakan digunakan sudah menempatkan modalnya pada area negara berkembang.
“Ini menjadi sangat bukan predictable sangat volatile dan juga juga ini menyebabkan gejolak tak ada belaka AS tapi seluruh dunia akibat banyak negara pemodal beli surat berharga AS,” terang Sri Mulyani.
Ada empat keresahan yang digunakan mana saat ini sudah menjadi kenyataan.
1. Imbal Hasil AS Naik, Outflow Makin Deras
Data transaksi 16 – 19 Oktober 2023 yang digunakan mana dirilis oleh Bank Indonesia (BI), penanam modal asing di area tempat pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp5,36 triliun terdiri dari jual neto Rp3,45 triliun di area area pasar SBN, jual neto Rp3,01 triliun di area tempat pasar saham, kemudian juga beli neto Rp1,10 triliun di tempat area Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Lebih lanjut, capital outflow ini tak semata-mata terjadi pada pekan lalu melainkan sudah terjadi bahkan dalam empat minggu beruntun. Derasnya capital outflow ini terjadi secara beruntun sejak minggu ke-4 September khususnya dalam data transaksi 25-27 September 2023 yang digunakan tercatat penanam modal asing di dalam tempat pasar keuangan domestik jual neto Rp7,77 triliun terdiri dari jual neto Rp7,86 triliun dalam pasar SBN, jual neto Rp2,07 triliun di area dalam pasar saham, lalu juga beli neto Rp2,16 triliun dalam SRBI.
Dalam empat minggu terakhir, dana asing sudah keluar dari Indonesia dengan total hampir Rp20 triliun dengan dominasi capital outflow dari SBN hampir Rp19 triliun.
Dana arus asing yang tersebut dimaksud terus keluar dari Indonesia pun tercermin dari kepemilikan asing terhadap SBN Indonesia.
Kepemilikan pemodal asing terhadap SBN Indonesia pada Januari 2023 tercatat sebesar 15,10% dan juga juga mengalami peningkatan menjadi 15,51% pada Juni 2023. Namun sikap bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang dimaksud masih membuka kesempatan menaikkan suku bunganya memproduksi pasar bergejolak kemudian akhirnya kepemilikan asing terus mengalami penurunan.
Investor asing pada 23 Oktober 2023 tercatat mengecil 0,83 percentage point menjadi 14,68% dengan dominasi 17,66% dalam Surat Utang Negara (SUN) lalu belaka 1,62% di area tempat Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
2. Imbal Hasil Surat Utang AS Naik, Surat Utang RI Tak Laku
Lonjakan imbal hasil surat utang AS juga menghasilkan obligasi pemerintah RI kurang laku. Melansir data Direktorat Jenderal Pengelolaan kemudian Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, pada Selasa (17/10/2023), pemerintah melalui sistem Bank Indonesia (BI) melakukan lelang terhadap tujuh seri Surat Utang Negara (SUN), diantaranya seri SPN03240117 (new issuance), SPN12241017 (new issuance), FR0095 (reopening), FR0100 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) juga FR0089 (reopening).
Hasil penawaran yang masuk, baik dari penanam modal lokal serta asing pada lelang kali ini sebesar Rp16,98 triliun terbilang jadi paling rendah sejak awal tahun bahkan sejak 11 Oktober 2022 lalu nilai hal yang bahkan jarak sangat jauh lebih banyak tinggi rendah dari target indikatif yang digunakan digunakan direncanakan sebesar Rp19 triliun.
Jumlah penawaran yang tersebut hal tersebut masuk sekitar Rp2,58 triliun dari asing juga sangat lebih lanjut besar baik bila dibandingkan pada empat lelang terakhir. Pasalnya, lelang pada 19 September 2023 belaka mendatangkan minat asing sebesar Rp1,69 triliun atau 8,43% dari total yang tersebut mana masuk.
Artinya, ada perbaikan dari minat penanam modal asing pada lelang SUN kemarin dibandingkan pada lelang-lelang sebelumnya. Sebaliknya, minat pemodal lokal justru jeblok pada lelang kemarin. Penawaran penanam modal lokal pada lelang Selasa kemarin hanya sekali sekadar sekitar Rp14,41 triliun. Jumlah yang digunakan menjadi yang digunakan dimaksud terendah sejak 11 Oktober 2022 atau setahun lebih.
Secara keseluruhan, memang pemerintah sudah mulai percaya diri menyerap hasil lelang SUN lebih lanjut lanjut banyak dibandingkan lelang sebelumnya, akan tetapi minat penanam modal yang dimaksud dimaksud kecil menunjukkan pelaku pasar yang mana dimaksud masih cenderung wait and see akibat ketidakpastian eksternal yang digunakan digunakan tinggi.
Minat penanam modal asing juga jeblok pada lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Lelang SBSN pada Selasa (24/10/2023) cuma mampu mendatangkan penawaran senilai Rp 8,25 triliun, lebih lanjut banyak rendah dibandingkan lelang sebelumnya yang tersebut mana tercatat Rp 10,75 triliun.
Lelang SBSN pada Selasa (24/10/2023) semata-mata mampu mendatangkan penawaran senilai Rp 8,25 triliun, tambahan rendah dibandingkan lelang sebelumnya yang dimaksud digunakan tercatat Rp 10,75 triliun.
3. Imbal Hasil SBN Naik, Pemerintah Makin Boncos
Dengan imbal hasil SBN yang digunakan naik maka pemerintah harus membayar bunga utang yang tersebut lebih tinggi lanjut mahal. Data Kementerian keuangan menunjukan rata-rata imbal hasil SBN tenor 10 tahun sepanjang tahun ini sebesar 6,59% tetapi per 24 Oktober sudah menembus 7,1%.
Rata-rata SBN ini memang masih tambahan tinggi rendah dibandingkan yang digunakan mana ditetapkan dalam APBN 2023 yakni 7,9%. Namun, ancaman pembengkakan masih sanggup terjadi yang tersebut berimbas pada meningkatnya pembayaran bunga utang. Pembayaran bunga utang per Januari- Agustus cuma sudah menembus Rp 274,9 triliun atau 62,3% dari pagu.
4. Imbal Hasil SBN Naik, Rebutan Pendanaan Bisa Semakin Ketat
Kenaikan imbal hasil SBN dikhawatirkan dapat memicu crowding out atau rebutan pendanaan dalam pasar internasional. Pemerintah lalu swasta dapat head to head memperebutkan dana di dalam tempat masyarakat. Imbal hasil SBN yang mana mana tinggi juga akan menjalar kepada SBN ritel yang dimaksud diterbitkan. Bila pemerintah menawarkan kupon yang digunakan digunakan tinggi maka akibatnya swasta terutama perbankan dapat kekurangan dana yang digunakan beredar di area area penduduk oleh sebab itu penduduk lebih tinggi tinggi memilih membeli SBN ritel dibandingkan deposito. Akibatnya, bank harus menawarkan bunga deposito yang dimaksud yang menarik untuk menarik dana dari masyarakat. Kondisi yang dimaksud disebut sanggup menimbulkan bunga simpanan naik lalu pada akhirnya menghasilkan bunga pinjaman mengambil bagian merangkak naik.
Sebagai catatan, pemerintah tengah menawarkan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI024 dengan kupon 6,1% untuk ORI024 tenor 3 tahun atau ORI024T3 serta juga kupon 6,35% untuk ORI024 tenor 6 tahun atau ORI023T6.
Besaran imbalan ORI024 merupakan yang dimaksud digunakan tertinggi dalam penerbitan ORI sejak 2020 atau dalam tujuh penerbitan terakhir. Sebagai perbandingan bunga deposito dalam dalam Bank Rakyat Indonesia tenor 12 bulan sebesar 3%, Bank Mandiri sebesar 2,5%, sementara Bank Central Asia sebesar 2%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]